ASN, Jakarta, 1 September 2012
Dalam beberapa kesempatan, saya berjumpa dengan orang-orang yang sangat cemerlang. Saya sering terkagum-kagum dengan ide dan karya-karya nyata mereka untuk mencapai apa yang mereka cita-citakan. Namun, sering kali, saya harus tertunduk dan berfikir dalam, ketika melihat cita-cita mulia itu terjerembab oleh ketidakberkesinambungannya proses. Sering juga, karena ketidakjelasan dan ketidaktransparanan proses. Lalu, semua hanya berjalan ditempat, atau lebih parah hanya berputar-putar saja dalam lorong-lorong labirin, tanpa pernah benar-benar mencapai cita awal.
Sejatinya, semua jalan kehidupan adalah proses. Ada titik kelahiran, belajar berjalan, berlari lalu, akan ada titik sebuah kehadiran dan keberadaan fisik itu berakhir. Namun, apa yang membedakan sebuah pencapaian yang berhasil dan yang tidak berhasil secara esensi ? Cita yang berhasil adalah pada saat sebuah cita dapat terus begulir, bahkan berkembang, walau kehadiran fisik para pencetusnya telah berakhir. Secara fisik, tak ada keabadian dalam kehidupan. Secara ide, cita dan asa, tak ada batasan keberadaan fisik. Cita-cita yang mendasar akan terus berkembang dan bergerak hingga akhir jaman. Seperti itulah konsep kemerdekaan, penemuan ilmu pengetahuan, gerakan sosial, yang berhasil.
Namun, bagaimana sebuah konsep, cita-cita mulia dapat terus bergulir tanpa keberadaan dan dukungan keberadaan fisik para pencetusnya..? Jawabnya adalah sistem dan transparansi. Sistem akan memastikan ide-ide mulia itu dapat terus bergulir dan transparansi akan memastikan tercegahnya benturan kepentingan pribadi para pencetus ide dengan pencapaian yang diharapkan itu sendiri dan kepentingan orang-orang yang ingin dibantu.
Salah satu kehancuran beberapa korporasi besar dan juga pemerintahan dimulai saat para pemimpinnya mulai menjadi dewa atau raja. Raja menggunakan konsep “The King can do no wrong”. Tak ada ruang menerima masukan, apalagi kritik. Semua dipusatkan pada satu orang pemimpin, dan disaat pemimpin itu karena sesuatu hal tak lagi berada disana, kerajaannya pun runtuh. Itulah yang membedakan Kerajaan dengan Perusahaan yang baik misalnya. Dalam prakteknya ada banyak orang yang merasa membuat dan menjalankan perusahaan namun sesungguhnya ia membuat dan menjalankan kerajaan. Perusahaan yang baik, tak akan mati dan bahkan dapat terus berkembang, walau pemiliknya atau pimpinannya berganti.
Tapi, semua itu tergantung niatan masing-masing. Pada akhirnya, waktu juga yang akan dapat menilai apa yang ada dibalik niat seseorang, termasuk seorang pemimpin. Dalam kehidupan kita akan sering temui, ternyata tak semua orang terbuka menerima masukan dan kritik. Tidak semua orang juga terbiasa memikirkan orang lain dan bekerja dalam team atau bergerak demi kepentingan banyak orang. Orang-orang seperti ini bahkan dengan mudah memberi penilaian tanpa pernah benar2 mendengarkan dan mengerti apa yang dipikirkan orang lain.
Kembaliiii… ke Laptop..(sambil pasang gaya Tukul), mencapai asa dan cita adalah sebuah proses. Seperti apakah atau dimanakah “asa” atau “cita” itu akan kita letakkan ? Kembali kepada kita lagi, apakah kita hanya akan meletakkannya selama periode kehidupan kita saja, atau membuatnya bahkan dapat terus ada dan berkembang setelah masa kehidupan kita berakhir..?
Mudahkan itu..? Saya berpendapat, tidak. “Tidak ada yang mudah, namun tak ada yang tak mungkin”. Itu adalah moto yang selalu saya gunakan. Mari mereview “cita” kita dan mereposisikannya sesuai keinginan kita. Lalu membuatnya bergulir dalam proses yang kuat untuk tetap terus ada, hingga akhir masa.. Mari menggapai cita. Mari terus berkarya.. 🙂
Filed under: Uncategorized | 3 Comments »